MAKALAH AL-QUR'AN AL-HADITS TENTANG ILMU MUHKAM DAN MUTASYABIH

MAKALAH
AL-QUR’AN DAN HADITS

ILMU MUHKAM WA MUTASYABIH




Kelompok VI
Anggota :
1.       Nur Rahmayanti           15820127
2.       Lulu Ulaeni                   15820129
3.       Asrizam                        15820145
4.       Enggar                          15820110

DAFTAR ISI

             Daftar Isi …………………...…...…………………………………………….………. i

           BAB I PENDAHULUAN ……………………………...…………………. 1
A.    Latar Belakang ……….………………………………………………………….. 1
B.     Rumusan Masalah ……………………………………………………………….  1

           BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………. 3
A.    Pengertian ilmu muhkam dan mutasyabih ………………………………………  3
B.     Pendapat Ulama Tentang Muhkam Wa Mutasyabih ............................................  4
C.     Faktor-Faktor Yang Menimbulkan Mutasyabih ………………………………… 6
D.    Macam-Macam Mutasyabih ……………………………………………….……. 6

BAB III PENUTUP ……………...……………………………………….. 8
A.    Kesimpulan …………………………………………….…………………..…...  8

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………...….  ii











BAB I
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG
Al-Quran, kalam Tuhan yang dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek kehidupan umat Islam, tentunya harus dipahami secara mendalam. Pemahaman Al-Quran dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu yang tercangkup dalam ulumul quran. Dan menjadi salah satu bagian dari cabang keilmuan ulumul quran adalah ilmu yang membahas tentang Muhkam Mutasyabbih ayat.
Muhkam Mutasyabbih ayat hendaknya dapat dipahami secara mendalam. Hal ini dikarenakan, dua hal ini termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian/pemahaman Al-Quran. Jika kita tengok dalam Ilmu Kalam, hal yang mempengaruhi adanya perbedaan pendapat antara firqoh satu dengan yang lainnya, salah satunya adalah pemahaman tentang ayat muhkam dan mutasyabbih. Bahasa Al-Quran ada kalimat yang jelas (muhkam) dan yang belum jelas (mitasyabih), hingga dalam penafsiran Al-Quran (tentang ayat muhkam mutasyabih-red) terdapat perbedaan-perbedaan.
B.            RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pemaparan di atas, ada beberapa hal yang cukup urgen dipertanyakan sebagai wujud keingintahuan terhadap cabang ilmu ini. Adapun hal-hal tersebut adalah :
1.        Pengertian Muhkam dan Mutasyabih itu sendiri.
2.        Pendapat Ulama Tentang Muhkam Wa Mutasyabih.
3.         Apa Faktor-Faktor yang Menimbulkan Al-Mutasyabih.
4.        Apa macam-macam  dari ayat-ayat Mutasyabih.



















BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MUHKAM DAN MUTASYABIH
1.      Lughawi
Muhkam dan Mutasyabih berasal dari bahasa Arab. Secara etimologis kata muhkam berasal dari ihkam yang menurut Al-Zarqani mempunyai berbagai konotasi, namun mengacu pada satu pengertian yaitu al-man’u yang berarti mencegah, akhkamalamro artinya membuat sesuatu itu menjadi kokoh dan tercegah dari kerusakan1 (1Muhammad ‘Adl al-‘Azhum al-Zarqani, Manahil al-‘irfan fi ‘Ulum al-Qur’an,t.tp.,’Isa al-Bab al-Qalabi,II,t.th.,h.270.). Apabila dikaitkan dengan ayat-ayat al-Qur’an, maka dapat dikatakan bahwa semua ayat-ayat al-Qur’an itu disusun secara rapi dan kokoh, sedikitpun tidak ada celah untuk mengkritiknya dari sudut manapun karena baik kata-kata, penempatannya dalam kalimat, maupun susunan kalimatnya sangat rapi dan kokoh, serta tepat dan akurat. Pengertian lughawi inilah yang dimaksutkan oleh firman Allah dalam ayat pertama dari surat Hud yang artinya, “Inilah kitab yang ayat-ayatnya tersusun rapid an kokoh…”
Kata Mutasyabih yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan “mirip” atau “samar-samar” juga mengandung berbagai konotasi yang biasanya membawa kepada ketidakpastian atau ragu (iltibas)2 (al-Zarqani,Loc. Cit.,;al-Zawi,op.cit.,II,h.670). Kondisi inilah yang dijmpai dalam ayat-ayat al-Qur’an. Saking miripnya ayat yang satu dengan yang lain, maka tidak dapat dibedakan antara masing-masing ayat itu karena semuanya berada pada level yang sama dari sudut balghah-nya, kemukjizatannya, kebenaran informasi yang dibawanya, penempatan kata yang akurat dan susunan ayat yang amat kokoh, dan sebagainya. Berdasarkan pengertian lughawi yang dipaparkan itu, maka kedua istilah tersebut tidak bertentangan malah justru saling mendukung. Artinya ayat-ayat al-Qur’an tersebut tersusun dengan rapid an kokoh hingga tampak dan terasa sekali dalam keseluruhan ayat-ayatnya tanpa kecuali. Dalam pengertian kesemuanya ayat itu memiliki daya tarik dan I’jaz yang sama, mulai dari surat pertama (al-Fatihah) sampai surat terakhir (an-Nas)

2.      Istilahi
Secara istilah terdapat kontradiktif yang agak tajam antara kedua term itu. Al-Qur’an sendiri memaknai dua lafal itu dalam konotasi yang bertentangan. Seperti dalam Q.S. Ali Imran ayat 7, istilah Muhkamat dan Mutasyabihat dipertentangkan karena yang pertama berkonotasu sesuatu yang jelas dan terang dalalah atau pengertiannya, sementara yang kedua menunjukkan kepada sesuatu yang samar-samar dan kabur. Sehingga ayat-ayat uang dalam kondisi ini hanya puhak-pihak tertentu saja yang dapat mengetahui takwilnya; yakni Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya3 (3 Bandingkan al-Zarqani,op.cit.,hh.274-276.).

B.     PENDAPAT ULAMA TENTANG MUHKAM DAN MUTASYABIHAT
Menghadapi ayat-ayat mutasyabihat para ulama mempunyai pendapat yang berbeda, khususnya berkenaan dengan ayat – ayat tentang sifat Allah, yaitu :
1.      Menerima tanpa takwil (mentanggukkan /  mengukuhkan)
Mereka yang menerima dan mempercayai begitu saja ayat- ayat mutasyabihat ini disebut aliran salaf atau madzhab salaf yaitu mengimani sifat –sifat yang mutasyabihat itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah sendiri. Mereka tidak mau mempermasalahkannya, melainkan menyerahkan saja maksudnya kepada Allah seperti tampak dalam jawaban imam Malik ketika di tanya tentang ayat ayat musatyabihat kemudian beliau marah pada orang yang menanyakan itu.
Begitulah kakunya pemahaman para ulama salaf terhadap ayat – ayat mutasyabihat sampai generasi imam Malik pun masih keras, tidak berubah sedikitpun oleh perubahan zaman.

2.      Menerima dengan Takwil (mentangguhkan /  mengukuhkan)
Sehabis generasi ulama salaf dusambung oleh ulama Khalaf yang mulai sekitar abad ketiga Hijriyah. Ulama Khalaf atau madzhab khalaf yaitu mempertanggungkan lafadh yang mustahil dhohirnya kepada makna yang layak dengan zat Allah. Pada waktu ini sudah mulai perubahan sikap ulama dalam menghadapi ayat – ayat mutasyabihat itu. Kalau dahulu sedikit pun tidak boleh ditanyakan apalagi mendiskusikannya, maka pada periode Khalaf ini ulama mulai sedikit toleran dan berlapang dada dalam menghadapi pimikiran – pemikiran yang tumbuh berkenaan dengan pemahaman ayat- ayat mutasyabihat tersebut, namun sebagian besar mereka masih tetep memegangi pendapat lama yang menolak setiap upaya interpretasi terhadap ayat – ayat mutasyabihat dalam bentuk apapun.
C.    FAKTOR – FAKTOR YANG MENIMBULKAN MUTASYABIHAT.
مَتَعًا لَكٌمْ وَلِاَ نْعَمِكُم
ا ب
Faktor yang mempengarui timbulnya mutasyabihat adalah ketersembunyian maksud Allah dari kalam-Nya baik lafal atau kepada makna atau kepada lafal dan makna sekaligus. Contoh ketersebunyian pada lafal adalah :  و فاقهة وا ب         lafal     ا ب disini  mutasyabih karena ganjilnya dan jarangnya digunakan. Kata      diartikan rumput – rumputan berdasarkan pemahaman dari ayat berikutnya :                                        (untuk kesenanganmu dan untuk binatang – binatangmu.  Q.S An- ‘Abasa (80): 32).
Menurut Al- Zarqoni, ayat – ayat mutasyabihat dibagi kepada tiga macam :
1.      Ayat – ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hakikat sifat – sifat-Nya, pengetahuan tentang waktu kiamat dan hal – hal ghain lainnya.
2.      Ayat – ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat – ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan dan seumpamanya.
3.      Ayat – ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan sesame ulama. Maksud yang demikian adalah makna – makna yang tinggi yang memenuhi hati orang – orang yang jernih jiwanya dan mujtahid.

D.    MACAM – MACAM MUTASYABIH
Ar-Roghib Al-Ashfahany membagi mutasyabih dari segi kemungkinan mengetahui maknanya kepada tiga bagian :
1.      Bagaian yang tak ada jalan mengetahuinya, seperti waktu terjadi kiamat, keluar binatang dari bumi yang sepertinya.
2.      Bagian manusia menemukan sebab – sebab mengetahuinya, seperti lafadh – kafadh yang ganjil dari hokum – hokum yang sulit atau rumit.
3.      Bagian yang tereletak antara dua urusa itu yang hanya diketahui oleh sebagian ulama.












BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN

1.      Muhkam berarti membuat sesuatu itu menjadi kokoh dan tercegah dari kerusakan. Mutasyabih berarti “mirip” atau “samar-samar” juga mengandung berbagai konotasi yang biasanya membawa kepada ketidakpastian atau ragu.
2.      Para ulama sebenarnya tidak pernah anti terhadap penafsiran ayat-ayat mutasyabihat sejak dul sampai sekarang,yang tidak mereka tolerir adalah interpretasi yang didorong oleh maksud-maksud jahat demi menimbulkan fitnah dan kegaduhan di tengah umat, terutama untuk merusak keyakinan mereka terhadap kesucian allah dan kitab suci-Nya.
3.      Faktor-faktor yang menimbulkan mutasyabihat yaitu : ketersembunyian maksud Allah dari kalam-Nya baik lafal atau kepada makna atau kepada lafal dan makna sekaligus.
4.      Macam-macam mutasyabihat yaitu :
a.       Bagaian yang tak ada jalan mengetahuinya, seperti waktu terjadi kiamat, keluar binatang dari bumi yang sepertinya.
b.      Bagian manusia menemukan sebab – sebab mengetahuinya, seperti lafadh –lafadh yang ganjil dari hukum – hukum yang sulit atau rumit.
c.       Bagian yang tereletak antara dua urusan itu yang hanya diketahui oleh sebagian ulama.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Prof. Dr. Nashruddin Baidan, M.A, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
2.      Prof. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
3.      Drs. Abuddin Nata, M.A, Al-Qur’an Dan Hadits, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 1994.
4.      Drs. H. Ramli Abdul Wahid, M.A, Ulumul Qur’an, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.


Komentar

Postingan Populer